Selain itu, menurut Loh, tidak semua dari 38 persen konsumen yang mengatakan berencana membeli kendaraan listrik akan benar-benar membelinya. Beberapa konsumen memiliki ekspektasi yang tidak realistis. Mereka ingin produsen mobil memenuhi standar mereka, tetapi tidak bersedia membayar untuk itu.
Penelitian dari BCG mengatakan bahwa 56 persen konsumen tertarik pada kendaraan listrik untuk pembelian berikutnya, sedangkan 43 persen pengguna kendaraan listrik jangka panjang mengatakan mereka akan mempertimbangkan kendaraan hybrid jika kendaraan listrik tidak memenuhi standar mereka.
Langkah untuk memilih teknologi yang lebih efektif dalam produksi mobil listrik dapat mengurangi kerugian perusahaan pada tiap penjualan unit. Hal-hal itu mencakup penggunaan baterai dengan kepadatan lebih tinggi, motor listrik yang lebih efisien, dan perangkat lunak manajemen baterai yang lebih baik.
Namun dengan perbaikan seperti itu, produsen hanya berhasil memotong setengah kesenjangan, dan masih kehilangan $3.000 (RP 47,4 juta) lainnya untuk setiap $50.000 (Rp 790,7 juta) EV yang dijual.
Dukungan dari pembuat kebijakan dan kemajuan berkelanjutan dalam infrastruktur pengisian daya publik akan membantu mempersempit kesenjangan tersebut.
Advertisement
Di masa depan, 12 hingga 18 bulan ke depan, BCG memprediksi kendaraan listrik dapat mencapai 30 persen penjualan di AS.
Walau begitu, menurut Loh, produsen mobil mungkin menunda peluncuran kendaraan listrik jika kendaraan tersebut tidak menguntungkan bagi mereka. Konsumen juga akan lebih berhati-hati karena fluktuasi harga membuat nilai jual kendaraan kembali menjadi tidak pasti.
Faktor-faktor tersebut, dapat membuat pangsa kendaraan listrik berada pada kisaran 20 persen, bukan 30 persen.